Standa Isi SMA.pdf |
LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN FISIKA
1. Filsafat konstruktivisme 2. Teori intelegensi majemuk atau multiple intelligences 3. Teori perkembangan kognitif Piaget 4. Doing sciences 5. Less is more 6. Guru fisika sebagai pengajar dan pendidik yang demokratis 7. Perkembangan teknologi informasi / komputer Berikut pembahasan tentang beberapa landasan teori pembelajaran fisika: 1. Filsafat konstruktivisme Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai. Prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika, namun demikian sekarang prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan ke dalam semua mata pelajaran. Dan berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip-prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap silabus yang disusunnya serta mewujudnyatakan dalam pembelajaran. Namun tetap harus diperhatikan bahwa model pembelajaran konstruktivistik ini harus didukung oleh lingkungan yang tepat dan didukung oleh institusi pendidikan yang berwawasan luas, Institusi pendidikan harus ikut menciptakan situasi masyarakat pebelajar dengan menyiapkan sarana-prasarana, lingkungan, SDM dan elemen pendukung lainnya. Semua elemen didorong menjadi manusia pebelajar. Model konstruktivistik akan mencapai hasil optimal jika diterapkan dalam lingkungan manusia pembelajar. Filsafat konstruktivisme harus dipahami sebagai roh yang menggerakkan subyek-subyek pendidikan sehingga akan lahirlah inovasi-inovasi baru dalam pendidikan dan pengajaran. Untuk mencapai hasil maksimal berupa outcome SDM handal, diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi: a. Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran. b. Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai. c. Dibutuhkan keberanian dari pelaku-pelaku pendidikan untuk secara kritis menyikapi berbagai perubahan dan membuat terobosan. d. Peserta didik tidka lagi dijadikan asset yang mampu menjual nama baik lembaga, tetapi harus diberi kesempatan berkembang secara optimal dan alamiah. 2. Teori intelegensi majemuk atau multiple intelligences Kecerdasan Majemuk adalah suatu kemampuan ganda untuk memecahkan suatu masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Konsep kecerdasan jamak ( multiple Intellegence) berawal dari karya Howard Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa tahun tntang kapasitas kognitf manusia ( Human Cognitif Capacities) Gardner menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meski sebagian besar individu menunjukkan penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Howard Garnerd memperkenalakan sekaligus mempromosikan hasil penelitian Projecct Zero di Amerika yang berkaitan dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences). Teorinya menghilangkan anggapan yang selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 macam kecerdasan, dan pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3 macam kecerdasan. Semua kecerdasan ini bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya tentu saja bebeda-beda pada masing-masing budaya. Namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah. Berdasarkan pada teori Gardner, David G. Lazear memberikan petunjuk untuk mengubah dan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan tersebut lengkap dengan instrumentasinya dalam pembelajaran. Ia mengembangkan proses pembelajaran di kelas yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan ganda anak, dengan harapan dapat digunakan anak diluar kelas dalam mengenali dan memahami realitas kehidupan. Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan Garnerd adalah :
Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Rentang masalah atau sesuatu yang dihasilkan mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Adapun Definisi Gardner tentang kecerdasan : v Kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. v Kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk dipecahkan. v Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat didalam kehidupannya. Penelitian Gardner mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia dalam memahami dunia nyata, kemudian diikuti oleh tokoh-tokohlain dengan menambahkan dua kecerdasan lagi, sehingga menjadi 10 macam kecerdasan. Berikut akan dijelaskan secara singkat kesepuluh kecerdasan tersebut, yaitu: 1) Kecerdasan Bahasa (Verbal- Linguistik Intelegence) Merupakan kecakapan berpikir melelui kata- kata, menggunakan bahasauntuk menyatakan dan memmaknai arti yang kompleks. Contoh: Para Penulis, Ahli Bahasa, Sastrawan, Jurnalis, Orator. 2) Kecerdasan Matematis (Logical- Mathemaical Intelegence) Merupakan kecakapan untuk menghitung, mengkualitatif,merumuskan proposisi,hipotesis, serta memecahkan perhitungan- perhitungan matematis yang kompleks. Contoh: Para Ilmuan, Ahli Matematis, Akuntan, Insinyur, Pemrogram Komputer. 3) Kecerdasan Ruang ( Visual- Spatial Intellegence) Merupakan kecakapan berpikir dalam ruang 3 dimensi.Mampu menagkap bayangan ruang internal dan eksternal untuk penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, mengubah dan menciptakan karya 3 dimensi nyata. Contoh: Pilot, Nahkoda, Astronot, Pelukis, Arsitek. 4) Kecerdasan Kinestetik/Gerak Fisik (Kinesthetik Intelegence) Merupakan kecakapan untuk melakukan gerakan dan ketrampilan , kecakapan fisik seperti olah raga. Contoh: Penari, Olahragawan, Pengrajin Profesional, 5) Kecerdasan Musik ( Musical Intellegence) Kecakapan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan dan menghargai musik, sensitive terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada. Contoh: Komponis, Dirigen, Musisi, Kritikus penyanyi, Kritikus musik, Pembuat instrument musik, 6) Kecerdasan Hubungan Sosial ( Interpersonal Intellegence) Kecakapan memahami dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak, tempramen, motivasi dan kecenderungan terhadap orang lain Contoh: Guru, Konselor, Aktor,Politikus 7) Kecerdasan Kerohanian ( Intrapersonal Intellegence) Kecakapan untuk memahami kehidupan emosional, membedakan emosi orang-orang, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan membentuk persepsi Yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan dan merencanakan dan mengarahkan kehidupan yang lain. Contoh: Psikolog, Psikiater, Filosof, Rohaniawan 8) Kecerdasan Naturalis Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta. 9) Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniawan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya. Kecerdasan ini dapat dikembangkan pada setiap orang melalui pendidikan agama, kontemplasi kepercayaan, dan refleksi teologis. 10) Kecerdasan Eksistensial ( exsistensialist intelligence) Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para filsuf. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya. Melalui kontemplasi dan refleksi diri kecerdasan ini dapat berkembang. Pada dasarnya semua orang memiliki semua macam kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama, sehingga tidak dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya satu kecerdasan lebih menonjol/ kuat dari pada yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa hal itu permanen/ tetap. Di dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan tersebut. Teori Garnerd ini memang masih memerlukan penelitian lebih lanjut khususnya tentang strategi pengukuran untuk masing-masing jenis kecerdasan, serta apakah macam-macam kecerdasan yang ada adalah sejumlah yang telah diuraiakan di atas atau masih bisa bertambah lagi. 3. Teori perkembangan kognitif Piaget Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa; mulai dari proses-proses berpikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep anstrak dan logis. Jean Piaget seorang pakar yang banyak melakukan penelitian tentang perkembangan kemampuan kognitif manusia, mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia terdiri atas 4 tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap dan urutan berlaku untuk semua usia tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki tahap tertentu tidak sama untuk setiap orang. Keempat tahap perkembangan itu digambarkan dalam teori Piaget sebagai Tahap sensorimotor: umur 0 – 2 tahun (anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek) Tahap pra-operasional: umur 2 – 7 tahun (Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif) Tahap operasional konkret: umur 7 – 11/12 tahun (anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret) Tahap operasional formal: umur 11/12 ke atas. (Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, deduktif dan induktif serta logis dan probabilitas ) Bagi guru matematika, teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan menggunakan teori ini, guru dapat mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak di kelasnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya, sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa masing-masing. Guru perlu mencermati apakah symbol-simbol matematika yang digunakan guru dalam mengajar cukup mudah dipahami siswa, dengan mengingat tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh masing-masing siswa. 4. Doing Sciences Doing Sciences adalah salah satu metode pembelajaran fisika yang mana untuk mengerti gejala dan peristiwa alam fisis dengan hukum alamnya yang teratur, siswa langsung mengamati, berinteraksi dengan alam dan melakukan percobaan. Di dalam doing sciences menggunakan hand’s-on activities, dimana siswa selalu aktif melakukan sesuatu kegiatan nyata atau membuat suatu barang fisika. Doing Sciencesadalah proses yang sesuai dengan methode ilmiah yang banyak digunakan oleh para ahli fisika dalam menemukan hukum ataupun teori fisika yang baru. Proses doing science mencakup langkah sebagai berikut: (1) mengamati gejala yang ada (2) mengajukan pertanyan mengapa gejala itu terjadi; (3) membuat hipotesis untuk menjawab persoalan yang diajukan atau menjelaskan alasannya; (4) merencanakan suatu eksperimen dan melaksanakan eksperimen untuk mengetes hipotesis tersebut; dan (5) menarik kesimpulan apakah hipotesisnya benar atau tidak, berdasarkan eksperimen yang dilakukan (Bugliarello, 1993 didalam Suparno, 2007). Model doing sciences sesuai dengan model konstruktivisme, dimana fisika itu adalah pengetahuan fisis, yang bertolak dari kejadian nyata atau pengalaman, lalu siswa diajak mempertanyakannya, dan mencoba mengukur, mencari data, dan menyimpulkannya. Pembelajaran Konstruktivistik atau Constructivist Theories of learning adalah model pembelajaran yang mengutamakan siswa secara aktif membangun pembelajarfan mereka sendiri secara mandiri dan memindahkan informasi yang kompleks. 5. Less Is More Model kurikulum less is more adalah menghilangkan substansi pelajaran yang berulang-ulang; menghilangkan pokok bahasan yang tak esensial yaitu pokok bahasan yang sekadar "kosmetik"; menawarkan ketuntasan belajar; menyediakan materi terapan yang dapat digunakan siswa untuk meningkatkan mutu kehidupannya; membiasakan pola berbudi pekerti, disiplin, tertib, menerapkan hak asasi manusia, kewajiban serta kepedulian sosial; menyajikan kurikulum pilihan yang sesuai dengan kemampuan sumber daya daerah. Dalam kerangka less is more, penting ada kerja sama-sekurang- kurangnya ada komunikasi-dengan sesama guru pengampu mata pelajaran serumpun dalam satu sekolah. KTSP dapat dielaborasi oleh daerah dan/atau sekolah sesuai kondisi dan kepentingan daerah atau sekolah. Elaborasi oleh daerah atau sekolah dapat berupa silabus yang cocok dengan kondisi serta kepentingan daerah atau satuan pendidikan. Kesiapan guru Ketika KTSP bergulir, yang ingin saya temukan adalah semangat apa yang dihadirkannya? Kalau tidak demikian, saya pasti akan terjebak dalam arus kebiasaan sosialisasi atau seminar kurikulum baru, lantas membawa segepok dokumen ke sekolah, ujung- ujungnya sibuk dengan urusan administratif perubahan kurikulum. Memang, guru acap kali dihadapkan pada bahasa kedinasan yang serba- harus, tanpa diperhitungkan profesionalitasnya. Hal ini bisa berdampak negatif dan menjadikan guru sekadar robot dalam pelaksanaan kurikulum, sekadar menunggu petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan. Betapa mudah para penatar dalam sosialisasi mengatakan seharusnya begini atau seharusnya begitu, tapi setelah dikonfrontasikan dengan pelaksanaan di lapangan terbukti ada kesenjangan asumsi pengembang kurikulum pusat dengan situasi riil para pelaksana. Jadi, mendesak untuk para guru dikembangkan sikap "kekinian" terhadap kurikulum, baik mengenai pemikiran pedagogis maupun arus zaman di sekitar siswa. Jika demikian yang terjadi, mendesak untuk disampaikan kepada para kepala sekolah dan guru di lapangan agar terus-menerus berani mencoba dan kreatif dalam mengimplementasikan KTSP. Kepala sekolah mesti mendorong para guru untuk mempertimbangkan penjabaran materi dengan mendahulukan materi yang sangat esensial. Guru mesti memerhatikan kompetensi dasar minimum yang disyaratkan para siswanya. Penyesuaian materi secara kuantitatif memungkinkan memberi perhatian pada dimensi nilai-nilai kehidupan yang ada pada setiap pelajaran. Satu hal yang perlu dilakukan adalah kontekstualisasi materi pelajaran. Guru diandaikan memiliki penguasaan bahan pelajaran, lebih dari sekadar materi dalam buku pelajaran. Ia perlu mengetahui karakteristik siswa-siswi sebagai orang yang belajar beserta lingkungan mereka. Karakteristik siswa dan lingkungan perlu dijadikan pertimbangan dalam menyusun proses belajar mengajar. 6. Guru fisika sebagai pengajar dan pendidik yang demokratis
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Sehubungan dengan itu, sebagai seorang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, yaitu:
11. Menyesuaikan metode pembelajaran 12. Memberikan nada perasaan Pembelajaran Demokratis Sebagai upaya untuk keluar dari pembelajaran yang membelenggu tersebut menuju pada pembelajaran yang membebaskan dibutuhkan keterbukaan dan sikap lapang dada dari guru untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa guna mengekspresikan gagasan dan pikirannya Freirw mengatakan,” pendekatan yang membebaskan merupakan proses dimana pendidikan mengkondisikan siswa untuk mengenal dan mengungkapkan kehidupan yang senyata secara kritis.”13 Dalam pendidikan yang membebaskan ini tidak ada subjek yang membebaskan atau objek yan dibebaskan karena tidak ada dikotomi antara subjek dan objek.14 Guru dan siswa sama-sama subjek dan objek sekaligus. Keduanya dimungkinkan saling take and give (menerima dan memberi). Hanya saja jika guru sebagai pembelajar senior, maka siswa sebagai pembelajar junior,jadi tetap ada perbedaan pengalaman dan karena perbedaan inilah seihingga guru tetap lebih banyak memberi kepada siswa dari pada siswa memberi kepada guru. Tetapi pemberian guru kepada siswa itu sifatnya dorongan, rangsangan atau pancingan agar siswa berkreasi sendiri, bukan sebagai stimulus.15 Aliran ini sesungguhnya telah berpandangan progresif. Peran siswa telah dimaksimalkan jauh melebihi peran-peran tradisionalnya dalam himpitan pengajaran model gaya komando. Upaya memaksimalkan peran siswa ini sebagai bentuk riil dari misi pembebasan siswa dari keterbelengguan akibat penindasan guru. Melalui pembebasan ini, diharapkan siswa memiliki kemandirian yang tinggi dalam memberdyakan potersi yang dimiliki untuk berpendapat, bersikap dan berkreasi sendiri. Oleh karena itu, mesti ada dialog. “ciri aksi budaya yang meperjuangkan kebebasan adalah dialog, sedangkan yang mengarah pada dominasi justru anti dialog dan mendomistifikasikan rakyat.”16 tangung jawab guru yang menempatkan diri teman dialog bagi siswa lebih besar dari pada guru yang hanya memindahkan informasi yang harus diingat siswa.17 Sebab guru sedang memupuk sikap keberanian, sikap kritis ,dan sikap toleran terhadap pandangan yang berbeda bahkan bertentangan sekalipun, melalui tradisi saling tukar pandangan dalam menyiapkan suatu masalah. Tradisi dialogis ini sebagai salah satu bentuk suasana yang mendukung pembelajaran demokratis, yaitu suasana yang melibatkan para siswa dalam proses pembelajaran secara maksimal dengan memperhatikan sepenuhnya terhadap inisiatif, pemikiran, gagasan, ide, kreativitas, dan karya siswa. Mereka diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi subjek dalam proses pembelajaran. Mengingat pentingnya dialog ini, maka pemerintah mengamanatkan melalui Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang ditetapkan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Amanat itu terdapat pada pasal 40 ayat 2. Isi dari pasal tersebut adalah: Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban: menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. Mempunyai komitemen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan keprcayaan yang diberikan kepadanya.18 Seiring dengan demokrasi politik. Ada tuntutan demokrasi pendidikan dalam prakteknya berimplikasi pada demokrasi pembelajaran dengan indikasi menciptakan suasana dialogis. Dengan demikian, peranan guru dalam penyampaian pengetahuan menjadi sangat berkurang yang digantikan oleh peranan siswa yang semakin menguat. Tuntutan dialog belakangan ini sebagai suatu yang tak terelakkan lagi dalam kehidupan pendidikan demokratis, sekaligus membuktikkan adanya pergeseran posisi siswa dari posisi objek ke posisi subjek dalam berbagai kesempatan. Demikian pula, pergantian istilah anak didik, terdidik maupun objek didik menjadi peserta didik bahkan pembelajar bukan hanya persoalan semantic, melainkan perubahan paradigma pembelajaran yang banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran pendidikan yang berorientasi pada kondisi demokratis dan emansipatoris, dengan memerankan siswa agar lebih produktif,progresif dan pro-aktif dibandingkan peran masa lampaunya. Bagaimana istilah peserta didik apalagi pembelajar akan selalu mengesankan kondisi aktif pada istilah anak didik, terdidik maupun objek didik. Oleh karena itu, belakangan ini pengertian perencananaan untuk memberi peluang pada siswa-siswanya mengembangkan aktivitas belajar, serta mengeksplorasi berbagai pengalaman baru untuk mencapai berbagai kompetensi yang diidealkannya, dan telah menjadi kesepakatan-kesepakatan kelas bersama dengan gurunya.19 Guru tidak banyak mencampuri mengatur dan menegur pekerjaan anak, akan tetapi membiarkan bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing sikap in cocok dengan kuirkulum ‘student centered”.20 Selanjutnya perkembangan paling menarik terjadi sejak 25 tahun terakhir bahwa guru-guru di berbagai sekolah di Amerika melakukan transaksi kurikulum dengan para siswanya. Guru menawarkan berbagai kompetendi pada siswanya, sedang siswa memilih serta menentukan sendiri apa yang mereka pelajari dengan gurunya itu. Implikasi adalah terjadi kajian dari sesama siswa untuk menentukan berbagai bahan materi pelajaran yang akanmereka pelajari dalam masa tertentu. Inilah yang disebut sebagai curriculum as transaction and curriculum as inquiry.21 Kasus ini benar-benar menggambarkan pembelajaran demokratis lantaran melibatkan siswa dalam menentukan sendiri kompetensi maupun bahan pelajaran sesuai dengan selera dan kebutuhan mereka sendiri tanpa paksaan maupun intervensi guru.keterlibatan siswaseperti ini makin mendesak untuk direalisasikan, sehingga dibutuhkan guru yang benar-benar professional. 7. Perkembangan teknologi informasi / komputer A. Potensi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pembelajaran Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah sesuatu teknologi baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengelola data/informasi dan komunikasi. Dalam prakteknya teknologi diwakili oleh komputer (perangkat keras) dan program-program aplikasi (perangkat lunak). Data/informasi yang dikelola dan dihasilkan dalam bentuk berbagai media, seperti teks, grafik, gambar diam, foto, film, animasi, dan simulasi. Cara-cara berkomunikasinya memungkinkan untuk dilakukan secara maya. Wardana (2002) mengemukakan bahwa dalam kehidupan kita di masa mendatang, sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan. Siapa saja yang menguasai teknologi ini, maka dia akan menjadi pemimpin dalam dunianya. Teknologi informasi banyak berperan dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Perkembangan TIK telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001) dalam Surya (2006) setidaknya ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke ”online” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hartono (2004) mengemukakan bahwa dengan TIK peningkatan mutu pendidikan dimungkinkan dengan munculnya berbagai kesempatan baru seperti:
B. Pemanfaatan Komputer dalam Pembelajaran Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan komputer dibagi menjadi 2 yaitu yang pertama disebut dengan Computer Based Instruction (CBI) merupakan istilah umum untuk segala kegiatan belajar yang berbasis pada komputer, baik sebagian maupun keseluruhan. Kedua adalah CAI (Computer Assisted Instruction), yaitu pembelajaran dengan menggunakan alat bantu komputer, seperti untuk presentasi, sebagai alat peraga dan sebagainya. Rusman (geocities.com) mengemukakan bahwa media dalam pembelajaran memiliki fungsi sebagai alat bantu untuk memperjelas pesan yang disampaikan guru. Media juga berfungsi untuk pembelajaran individual dimana kedudukan media sepenuhnya melayani kebutuhan belajar siswa. Beberapa bentuk penggunaan komputer media yang dapat digunakan dalam pembelajaran meliputi: (1) Penggunaan multimedia presentasi, (2) Multimedia interaktif, dan (3) Pemanfaatan Internet dalam pembelajaran. Aplikasi komputer dalam bidang pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara individual (individual learning). Pemakai komputer atau user dapat melakukan interaksi langsung dengan sumber informasi. Perkembangan teknologi komputer jaringan (computer network/internet) saat ini telah memungkinkan pemakainya melakukan interaksi dalam memperoleh pengetahuan dan informasi yang diinginkan. Berbagai bentuk interaksi pembelajaran dapat berlangsung dengan tersedianya medium komputer. Masrur (2007) mengemukakan bahwa bila sekolah akan menerapkan model pembelajaran berbasis komputer, maka langkah yang dapat dilakukan antara lain: 1. Peningkatan kapasitas kelembagaan Perlu disadari bahwa untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan diperlukan pemahaman konsep dasar pemberdayaan. Konsep ini harus dilandasi dengan nilai-nilai prinsip dan nilai-nilai instrumental yang selanjutnya tumbuh secara sadar dalam jiwa para warga sekolah, sehingga dalam diri warga sekolah muncul kesadaran diri, kesadaran kolektif, dan kesadaran lingkungan fisik yang berkelanjutan. 2. Pengajaran dan pembelajaran berbasis komputer Dalam upaya mengoptimalkan penguasaan siswa terhadap bahan ajar perlu diputuskan model pembelajaran yang bermakna dan dapat melatih kemampuan siswa untuk berfikir dan berbuat. Faktor yang menjadi titik lemah adalah pemahaman dan kemampuan guru dalam mengoperasikan komputer, sehingga guru perlu diberi pelatihan sampai setidaknya cukup terampil dalam mengoperasikan komputer 3. Pengadaan sarana prasarana komputer Dalam rangka mendukung kegiatan pembelajaran yang menggunakan komputer, sarana prasarana menjadi kendala karena minimnya sarana prasarana tersebut. Oleh karenanya bantuan pemerintah maupun masyarakat senantiasa menjadi dambaan pihak sekolah. C. Penggunaan Multimedia dalam Pembelajaran Menurut Hartono (2004), multimedia pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan, dan terkendali. Menurutnya, ada enam komponen media yang dapat dikategorikan multimedia pembelajaran, yaitu: teks, grafik, foto, video, suara, animasi/simulasi. Nurtjahjawilasa (2004) mengemukakan bahwa multimedia mempunyai peranan semakin penting dalam pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana ”learning with effort” akan dapat digantikan dengan ”learning witf fun”. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak membosankan menjadi pilihan para fasilitator. Kapan multimedia efektif dapat digunakan dalam pembelajaran? Untuk menjawabnya perlu memahami level-level multimedia yang menurut Mayer (2001), mempunyai tiga level yaitu:
Dalam membuat suatu multimedia pembelajaran, tidak harus seluruh media ditampilkan. Penggunaan media yang kurang tepat justru akan mengaburkan konten yang ingin disampaikan. Pemilihan jenis media yang digunakan tergantung pada konten materi yang disajikan, karena setiap media memiliki karakteristik masing-masing. Jenis multimedia dalam pembelajaran meliputi: 1. Multimedia Presentasi Multimedia presentasi digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoritis, digunakan dalam pembelajaran klasikal dengan kelompok belajar yang cukup banyak. Media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia proyektor yang memiliki jangkauan pancar cukup besar. Kelebihan media ini adalah menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar siswa. Program ini dapat mengakomodasi siswa yang memiliki tipe visual, auditif maupun kinestik(Rusman, geocities.com). 2. Multimedia interaktif Menurut Rusman (geocities.com) diperkuat Samsudin (2008), CD interaktif merupakan media yang bersifat interaktif dan multimedia karena terdapat unsur-unsur media secara lengkap meliputi sound, animasi, video, teks dan grafis. Beberapa model multimedia interaktif yaitu: (1) Model Drill: merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkrit melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebesarnya (biasanya dalam bentuk latihan soal-soal), (2) Model Tutorial: merupakan program pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi tujuan, materi pelajaran dan evaluasi, (3) Model Simulasi: pengajaran dengan komputer untuk simulasi pada suatu keadaan khusus, atau sistem di mana siswa dapat berinteraksi, (4) Model Games: model permainan ini dikembangkan berdasarkan atas ”pembelajaran yang menyenangkan”, dimana peserta didik akan dihadapkan pada beberapa petunjuk dan aturan permainan. Kehadiran multimedia pembelajaran dirasakan banyak membantu tugas guru dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Namun demikian terdapat beberapa tantangan yang muncul sebagai akibat penerapan teknologi tersebut dalam bidang pendidikan yaitu (Payong, sinarharapan.co.id): 1. Orientasi filisofis: Kelompok objektivitas memandang multimedia sebagai sesuatu yang sangat riil yang dapat membantu pendidikan siswa menuju kepada tujuan yang diharapkan. Sebaliknya kelompok kontruktivis memandang bahwa pengetahuan hendaklah dibentuk oleh siswa sendiri berdasarkan penafsirannya terhadap pengalaman dan gejala hidup yang dialami. Berdasarkan pandangan ini maka belajar bersifat aktif, kolaboratif dan terkondisi dalam konteks dunia yang riil. 2. Lingkungan belajar: Lingkungan belajar multimedia interaktif dapat dikategorikan menjadi prespektif, demokratis, dan sibermetik. Lingkungan prespektif menekankan pada prestasi belajar merupakan pencapaian dari tujuan-tujuan belajar yang ditetapkan secara eksternal. Lingkungan demokratis menekankan pada kontrol proaktif siswa atas proses belajarnya sendiri. Sedangkan lingkungan sibermetik menekankan pada saling ketergantungan antara sistem balajar dan siswa. 3. Desain Instruksional: Pada umumnya desain pembelajaran multimedia dibuat berdasarkan besar kecilnya kontrol siswa atas pembelajarannya. Sebagian besar peneliti mengatakan bahwa siswa bisa diberdayakan melalui kontrol yang lebih besar atas belajarnya tetapi siswa bisa juga dihambat melalui kontrol atas belajarnya. 4. Umpan balik: Sifat dari umpan balik dalam pembelajaran multimedia sangat bevariasi tergantung pada lingkungan di mana multimedia itu digunakan. Jadi bentuk umpan balik harus sesuai dengan lingkungan belajarnya. 5. Sifat sosial: Banyak kritik telah dilontarkan terhadap pembelajaran multimedia sebagai pembelajaran yang bersifat isolatif sehingga bertentangan dengan tujuan sosial dari sekolah. Siswa seolah-olah dikondisikan untuk menjadi individualis-individualis dan kontak sosial dengan teman-teman menjadi sesuatu yang asing. 1. INQUIRI (PENYELIDIKAN)
2. DISCOVERY 3. EKSPERIMEN ATAU LABORATORIUM 4. SIMULASI-ROLE PLAY 5. FISIKA ANEH-FUN-MISTERI 6. PERMAINAN-GAMES 7. MODEL ANOMALY 8. MODEL GALILEO 9. PROBLEM SOLVING 10. PROBLEM COMPOSING 11. MODEL POE 12. KUIS 13. SIMULASI KOMPUTER 14. INTERNET-E-LEARNING 15. VIDEO,CDROOM,FILM 16. KARYA WISATA (FIELD TRIP) 17. PASAR MALAM-PASAR RAYA 18. LINGKUNGAN HIDUP 19. HANDS-ON ACTIVITIES 20. MODEL PROYEK 21. DISKUSI KELOMPOK 22. DEBAT 23. COOPERATIVE LEARNING (BELAJAR BERSAMA) 24. PEER TUTORING 25. DEMONSTRASI 26. PETA KONSEP 27. ANALOGI-BRIDGING ANALOGI 28. PERMAINAN KARTU 29. PEMBELAJARAN REFLEKTIF 30. CERAMAH SISWA AKTIF 31. KEGIATAN PENUNJANG LAIN 1. SEMINAR FISIKA 2. PAMERAN KARYA FISIKA 3. LOMBA FISIKA-OLIMPIADE FISIKA 4. MAJALAH DINDING-JURNAL FISIKA |